Hasil Akhir Pemilu: Demokrasi Tumbuh
Halo untuk aku yang di tahun 2019 menganggap pemerintahan tidak dalam kondisi krisis dan memilih golput dalam pilpres.
Hari ini tepat pemilihan presiden dan wakilnya setelah 5 tahun berlalu.
Suasananya sudah berbeda dari jaman 2019.
Kecepatan informasi, perbedaan pasar di media sosial, gaya kampanye, serta pemanfaatan teknologi dibahas kencang.
Kebanyakan dari mereka menganggap pilpres tahun ini seru, ramai, dan penuh drama.
Pilpres kali ini diawali dengan kejutan hadirnya Anies, independen, sebagai capres yang diusung Nasdem. Rekam jejaknya cukup jadi perhatian publik dari mulai kontribusi terhadap Jakarta hingga isu politik identitas.
Lalu munculnya gibran, iya anaknya Jokowi, yang naik menjadi pendamping Prabowo lewat jalur lembaga MK. Pasangan ini cukup kontroversial dengan isu masa lalu hingga pelanggaran etik.
Kemudian dipilihnya Mahfud MD, independen, dibandingkan politikus lain yang menjadi calon kandidat kuat. Isu paslon ketiga cukup hangat soal PDIP vs Jokowi hingga pengunduran diri Mahfud sebagai pejabat publik.
Masing-masing calon memiliki gaya kampanye dan positioning yang berbeda. Ada yang inginkan perubahan, dukung kelanjutan hingga melanjutkan yang baik sekaligus mengubah.
Drama politik kali ini ramai sekali, entah karena aku terlalu banyak mengonsumsi sosial media atau memang demokrasi sudah benar-benar berjalan di masyarakat. Sejumlah isu bertebaran di linimasa Twitter setiap harinya, kampanye hitam dan negatif lebih sering digaungkan untuk menjatuhkan rival politik.
Banyak yang menarik dan bikin gemes warganet, khususnya diriku.
Aku menulis catatan ini, saat sedang di masa tenang kampanye, h-2 menuju pemilihan.
Kemarin, 11/2, film Dirty Vote (DV) rilis. Masa tenang kembali ramai dengan asumsi. Singkat cerita, film DV menjabarkan intrik kecurangan pemilu 2024 secara kronologi sesuai bidangnya berdasarkan laporan berbagai sumber.
Buat aku yang gak ngikutin soal politik, jadi ngerasa sedih kecewa kesal, pokoknya campur aduk. Ngerasa negara, khususnya orang2 istana, bukan sosok yang bisa jadi pegangan untuk didengar atau bahkan tidak menjadi panutan bagi warganya. Kebijakan2 yang dibuat dengan segala cara nampak menguntungkan beberapa pihak. Entah apa inti dari masalahnya, rasa sakit hati personal yang amat dalam atau ambisi berkuasa yang menggelora. Pun jikalau ingin dilanjutkan dan menganggap hal tersebut baik untuk rakyat, mengapa dilakukan secara tidak etis, mengapa melakukan pembenaran, mengapa sulit untuk menjabarkan secara jelas dan lugas, mengapa selalu terlihat kontradiktif, mengapa dibiarkan, mengapa begitu memuakkan?
Beberapa hari sebelumnya, civitas akademika, ahli, mahasiswa, aliansi, dan kelompok lainnya telah mengkritik demokrasi yang telah berjalan hari ini. Sejelas itu, sebanyak itu, sekeras itu, tapi dianggap hanya kritikan biasa dan sedihnya dituduh menunggangi kepentingan paslon politik. Bahkan dikatakan oleh pejabat istana bahwa para guru besar telah membuat kontroversi cerita macam-macam. Pilu.
Peraturan diubah dan dibuat dengan cepat, bansos gencar dibagikan jelang pemilu, kenetralan yang semu, pemanfaatan fasilitas negara dan pajak negara atas nama kepentingan sekelompok, dll.
Semakin muak saat dilakukan terang-terangan, sambil berlindung dengan nama rakyat dan demi rakyat, berteduh dalam aturan2 yang tumpang tindih, bersembunyi dibalik definisi demokrasi ala mereka sendiri.
Namun, tidak dapat dipungkiri ada kebaruan yang hadir dalam pemilu kali ini. Ruang dialog dua arah terbuka di berbagai wilayah, keikutsertaan masyarakat dalam kampanye bukan lagi sebagai paksaan tapi sukarela, gaya kampanye lebih luwes tidak kaku serta modern, bukan hanya branding pesona dan uang saja yang dipertaruhkan tapi juga problem solving prinsip juga visi misi serta gagasan.
Usaha kandidat untuk lebih dekat dengan calon pemilihnya gencar terasa di media sosial khususnya Twitter dan Tiktok. Selain sebagai tempat siaran kegiatan, para paslon memaksimalkan dengan mengapresiasi segala bentuk dukungan netizen. Permainan macam ini sangat disukai oleh anak muda. Keterlibatan anak muda dalam ruang yang lebih pribadi seperti dibalas komentarnya menjadi kesan tersendiri. Media sosial layaknya ruang pribadi sekaligus pasar opini setiap warga jagat internet.
Negara akan memiliki wajah yang berbeda saat dipimpin oleh satu diantara tiga dari mereka. Yang satu menghadirkan welas asih berasas keadilan, yang satu menampilkan ketegasan berasas kelanjutan, yang satu menunjukkan intimasi dengan rakyat berasas modern. Amin perubahan, Prabowo gibran hilirisasi, Gama sat-set tas-tes.
Bersamaan dengan hari ulang tahunku, aku lampirkan 26 link informasi yang ku temui sekaligus menarik terkait drama pemilu 2024.
1. Ahli Politik Bicara Kemungkinan Anies Baswedan Maju Cagub 2024 jika Pilpres Gagal
3. Masih Trending Anies Baswedan jadi Abah Nasional oleh Netizen
4. Mulai dari Desak Anies hingga Slepet Imin jadi Pembeda Kampanye Paslon Lain
5. Anies Janjikan Daycare di kantor dan 40 Hari Cuti Melahirkan bagi Suami
6. Blak-blakan Ngaku didukung Jokowi, Prabowo: Presiden ada di sebelah Saya
7. Sederet Blunder Gibran dari Asam Sulfat hingga Ajak Anak-anak ke panggung saat Kampanye
8. Keponakan Ungkap Awal Mula Gemoy Melekat di Prabowo
9. Ratusan Influencer dan Pekerja Kreatif Siap Menangkan Prabowo Gibran di Pilpres 2024
11. Warga Minta Jaminan Tak jadi Boneka Partai Pengusung, Mahfud Jawab Begini
12. Blunder-blunder Ganjar Sebut Influencer Pekerja Tak Jelas hingga Voucher Internet Gratis
13. Paling Banyak Turun ke daerah, Pasangan Ganjar Mahfud Paling Dekat dengan Rakyat
15. Jurus Andalan Ganjar Mahfud: 1 Keluarga Miskin 1 Sarjana
16. Nazar Pemilu Trending Topik, Deret Janji Netizen jika Jagoan Menang
17. Media Asing Soroti Arti Salam Empat Jari di Pilpres 2024 RI
18. Guru Besar dan Sivitas Akademika Puluhan Kampus Bergerak Kritik Jokowo, Berikut Daftarnya
20 Saling Debat dan Sindir Warnai Debat Perdana Capres 2024
21. Silat Lidah Ganjar dan Prabowo saat Debat Capres: Internet Gratis vs Makan Siang Gratis
22. Ganjar Beri Skor 5 Kinerja Menhan Prabowo, Anies Sebut 11 dari 100
23. Gibran Singgung CCS hingga SGIE dalam Debat, Sengaja Pakai Istilah Rumit
24. Ganjar Mahfud
25. Prabowo Gibran
26. Anies Muhaimin
Semoga tulisan ini bisa jadi refleksi diriku untuk tetap peduli dengan tanah kelahiran. Bagaimana pun hasil akhir dari pemilu ini adalah bertumbuh. Prosesnya menjadi sejarah demokrasi itu tumbuh, menjadi kuat atau melemahkan.
Komentar
Posting Komentar