Angka
Katanya anggota dewan ngeliat kita, rakyat Indonesia, hanya sebatas deretan angka yaa? Tanpa jiwa tanpa suara dll.
Hm menarik..
Gak heran, wong kita juga ngeliat kualitas sesuatu dari angka kok. Harga sayur, harga buku, jumlah gaji, jumlah bisnis, banyaknya uang di kantong, banyaknya pengalaman, sampai deretan angka retweet, like, view, subscribes, followers di media sosial kita. Semakin tinggi atau banyaknya angka, semakin berkualitas barang/produk/informasinya. Tanpa ngeliat proses dan gejolak yang terjadi. Gitu kan?
Namanya juga dewan perWAKILan rakyat, cerminan rakyat.
Pun sesama rakyat menilai masing-masing dengan angka kok. "dia punya rumah segini.. dia punya iq segitu.. dia berumur sekian..". Lalu dikalkulasikan menjadi "ooh dia kelas a..". Simple banget!
"kalkulasi gue hasilnya kaya gini, kok lo pada marah sih, di mana salahnya?"
Menentukan kualitas barang/produk/informasi enggak sebatas dari angka-nya ajaa, justru hal menarik tertinggal di luar dari deretan angka. Kayaa misalnya hal-hal apa yang harus dilaluinya supaya bisa dikatakan berkualitas.
Sayur lokal dari benih sampai panen dirawat dengan baik tapi murah karena engga ada pajak impor
Bisnis cuma satu tapi para konsumennya keluar outlet dengan sumringah karena pelayanannya bagus
Pengalaman banyak tapi gak diambil essensinya karena tujuannya 'buat menuh-menuhin cv'
Subscriber berjuta-juta, diretweet beribu-ribu pengikut tapi kontennya prank sampah atau juga hoax berkedok 'pakar'
Serem ya.
Yang kita pikir berkualitas ternyata kurang atau bahkan melenceng.
Kurangi melihat sebuah hal dari segi angka.
Terlebih diranah sosial.
Mulai dari diri sendiri. Supaya bayangan cermin-mu mengikuti.
#nasinaya
Nasinaya adalah tulisan yang isinya nasihat sotoy tak abadi. Bisa ngenyangin otak buat sementara waktu, sambil nunggu lauk pauk yang masih dimasak.
I like your narasi
BalasHapusThaaanks!
Hapus