Bukan Sekedar Cinta
Benarkah cinta diatas segalanya?
Hanya kah itu satu-satunya yang menjadi alasan untuk menutup mata, tak melihat
dunia yang sesungguhnya.
***
“Kita putus aja
ya” ucap Ray dengan santainya.
“Ha? Emang aku
salah apa Ray?” tanyaku.
“Gua pengen putus
aja. Mau fokus sama sekolah” jawab Ray.
Setelah
mendengar pengakuan Ray, hati dan pikiranku menjadi tak terkontrol. Kadang aku
suka merenung dalam keramaian kelas. Dan tidak fokus terhadap lawan bicara.
Aku Keyla,
seorang remaja yang sedang dilanda kegalauan akibat putus dengan pacar. Bagiku,
dunia serasa berhenti semenjak kejadian itu.
***
“Weh Key.
Mending lo main sama gue daripada mikirin si Ray terus. Mau sampe kapan lo
begini?” Tanya Sindy, sobatku sedari kecil.
“Gatau nih.
Otak gue cuma ada Ray, Ray, dan Ray” jawabku.
“Hfffftt.
Buang-buang waktu aja tau gak sih mikirin cowok kaya dia” ujar Sindy dengan
sewot.
***
Saat aku sedang
berjalan ke kantin sekolah, aku melihat Ray dengan wanita lain. Digandengnya
tangan wanita itu dengan mesra. Hatiku tak kuat dengan gejolak amarah yang
ingin keluar. Ku langkahkan kaki menuju Ray.
“Apa maksud
kamu gandengan sama cewe lain?!” teriakku dengan lantang hingga membuat seluruh
pandangan mata di kantin menuju ke arahku.
“Ohiya kenalin
ini Rasti pacar baruku” ucap Ray sambil merangkul Rasti. Membuat amarahku makin
memuncak.
“Ohhh jadi fokus
belajar untuk mencari pacar baru? Iya gitu maksudnya?!” sindirku dengan keras.
Ingin rasanya aku pergi jauh untuk menangis dengan kencang.
“Gaada urusannya
sama lu kan? Kita udah putus” jawab Ray dengan tenang.
“Lo………” belum
selesai aku melanjutkan perkataanku, tiba-tiba Sindy datang, menarik tanganku
dan membawaku ke toilet.
***
“Malu Key. Itu
diliatin banyak orang” ucap Sindy sambil memberikan tissue kepadaku.
“Tapi dia udah
bohongin gue Sin. Gue hu…hu.. kesel. Hu..hu..hu..” jawabku terbata-bata sambil
menghapus bekas air mata.
“Cowo bukan cuma
dia aja Key. Lo cewe baik-baik. Gak pantes buat dia” ucapan Sindy membuat
perasaanku lebih tenang dari sebelumnya.
***
“Eh Key, kantin
yukkk!” ajak Sindy.
“Gak ahhh. Lagi
bete” jawabku datar.
“Idiww datar
banget mba. Biasa aja dong’
“Hahahahah” aku
tertawa dengan nada datar
“Jangan
dipikirin dia lagi Key. Lo liat tuh sekarang, dia udah jadian sama cewe lain.
Dan elo tetep galauin cowo kaya gitu? Omaygod!!!” ucap sindy sambil mengecek
gadget miliknya. “Key!! Ada lomba fotografi nih. Ikutan yuk!”
“Hmm”
“Ayodongg Key.
Itung-itung refreshing dari kegalauan lo itu” ajak Sindy.
“Yaudeee” jawabku
dengan muka datar.
***
Kami mulai
mencari objek untuk dijadikan foto. Tema yang dilombakan adalah tentang
‘Lingkungan Ssosial’. Sudah beberapa tempat yang kami kunjungi, tapi belum juga
ditemukan objek yang pas untuk dipotret.
“Ah nyerah juga
nih gue Sin. Gak dapet yang bagus dari tadi” ucapku dengan wajah kecewa.
“Jangan nyerah
gitu aja dong Key. Kita pasti bisa kok”
***
“Permisi, Ibu,
Bapak, Tante, Kakak. Saya akan mendendangkan lagu dari Iwan Fals yang berjudul
‘Sore Tugu Pancoran’.” Seorang pengamen mulai mendendangkan lagunya dengan
gitar yang dibawanya. Suaranya membuat hening seluruh isi bus kota ini. Lagu
tersebut menceritakan tentang seorang anak kecil yang bernama Budi, dia
berjualan Koran di Tugu Pancoran saat sore hari dan bersekolah saat pagi hati.
“Ahaaaa, gue
punya ide nih Key. Gimana kalo kita foto anak kecil aja, yang sering jualan koran
dilampu merah perempatan Bintaro” tiba-tiba ucapan Sindy menghentakkanku dari
lamunan alunan gitar itu.
“Ah iya. Keren
juga tuh”
***
Esoknya aku dan
Sindy sudah siap dengan kamera untuk memotret. Ketika sampai dilampu merah
Bintaro, kami menemukan seorang anak yang sedang berjualan koran.
“Hei adek. Kaka
boleh potret kamu gak? Buat lomba fotografi nih” tanyaku kepada anak tersebut.
“Boleh kok kaa”
jawabnya dengan senyum yang memperlihatkan gigi ompongnya.
Anak tersebut
bernama Lutfi. Dia masih duduk dibangku kelas 4 SD. Saatku bertanya untuk apa
dia berjualan koran, dengan bangganya dia menjawab “Aku mau bantu Ibu Bapak
buat beli susu untuk adek”
Aku terus
mengikuti kegiatannya. Dari mulai bermain bersama dengan temannya dipinggir jalan
hingga saat ia menjajakan koran. Satu hal yang tak pernah lepas dari
pandanganku, yaitu senyumnya yang ikhlas.
***
Sang bintang
besar mulai tenggelam dengan warna oranye dan jingga keemasan. Menutup hari
dengan tenang dan disambut oleh ribuan bintang yang ditemani bulan.
Aku menjatuhkan
tubuhku kekasur yang empuk dan mulai melihat hasil foto-foto yang kuambil
dengan Lutfi sebagai objeknya.
Aku mulai
mengecek satu persatu foto. Perlahan-lahan hingga akhirnya aku tersadar. Semua
hasil foto ini sangat begitu alami. Sangat dekat dengan kehidupan kita,
membuatku malu akan diriku sendiri.
Lutfi seorang
anak kecil yang masih polos menggunakan waktu bermainnya untuk berjualan koran
dengan ikhlas hanya untuk membantu membeli susu buat adeknya. Sedangkan aku,
menghabiskan waktu hanya untuk kegalauan. Membuang waktu yang sangat berharga
untuk sesuatu yang tidak berguna.
***
Pengumuman lomba
fotografi diumumkan hari ini. Aku dan Sindy mengikuti acara sesuai dengan
agenda yang tertulis dilampiran surat. Panitia mulai membacakan para pemenang
diberbagai kategori. Sindy mendapat juara 3 dalam kategori Lingkungan Sosial.
“Dan ini saat
yang kita tunggu-tunggu. Juara favorite falam kategori Lingkungan Sosial
adalah…….. Keyla Berliana”
Aku tak meyangka
akan memenangkan perlombaan ini. Hasil fotoku mengungkapkan ekspresi seorang
anak yang sedang menjual koran dengan senyum yang dihiasi oleh deretan gigi
yang sebagian sudah hilang. Menunjukkan keikhlasan mendalam pada anak tersebut.
Pengalamanku kali ini
mengajarkanku arti hidup. Buka mata, hati, telinga sesungguhnya masih ada yang
lebih penting dari sekedar kata cinta.
Komentar
Posting Komentar